Kota Pontianak (坤甸 ; Pinyin: Kūndiàn) adalah ibukota provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Kota ini dikenal sebagai Kota Khatulistiwa karena dilalui garis khatulistiwa. Di utara kota ini, tepatnya Siantan, terdapat Tugu Khatulistiwa yang dibangun pada tempat yang dilalui garis khatulistiwa. Selain itu, Kota Pontianak juga dilalui Sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia dan Sungai Landak.
Sungai Kapuas dan Sungai Landak yang membelah kota disimbolkan di dalam
logo Kota Pontianak. Kota ini memiliki luas wilayah 107,82 kilometer
persegi.
Daftar isi
- 1 Asal nama
- 2 Sejarah
- 3 Pemerintahan
- 4 Kondisi geografis
- 5 Pembagian administratif
- 6 Kependudukan
- 7 Ekonomi
- 8 Pariwisata
- 9 Penginapan
- 10 Transportasi
Asal nama
Nama Pontianak yang berasal dari bahasa Melayu ini dipercaya ada kaitannya dengan kisah Syarif Abdurrahman yang sering diganggu oleh hantu Kuntilanak ketika dia menyusuri Sungai Kapuas. Menurut ceritanya, Syarif Abdurrahman terpaksa melepaskan tembakan meriam
untuk mengusir hantu itu sekaligus menandakan di mana meriam itu jatuh,
maka di sanalah wilayah kesultanannya didirikan. Peluru meriam itu
jatuh di dekat persimpang Sungai Kapuas dan Sungai Landak, yang kini
dikenal dengan nama Kampung Beting.
Sejarah
Masa pendirian
Kota Pontianak didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie pada hari Rabu, 23 Oktober 1771
(14 Rajab 1185 H) yang ditandai dengan membuka hutan di persimpangan
Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai Kapuas Besar untuk
mendirikan balai dan rumah sebagai tempat tinggal. Pada tahun 1778 (1192
H), Syarif Abdurrahman dikukuhkan menjadi Sultan Pontianak.
Letak pusat pemerintahan ditandai dengan berdirinya Masjid Jami' (kini
bernama Masjid Sultan Syarif Abdurrahman) dan Istana Kadariah yang
sekarang terletak di Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur.
Sejarah pendirian kota Pontianak yang dituliskan oleh seorang sejarawan Belanda, V.J. Verth dalam bukunya Borneos Wester Afdeling, yang isinya sedikit berbeda dari versi cerita yang beredar di kalangan masyarakat saat ini.
Menurutnya, Belanda mulai masuk ke Pontianak tahun 1194 Hijriah (1773 Masehi) dari Batavia. Verth menulis bahwa Syarif Abdurrahman, putra ulama Syarif Hussein bin Ahmed Alqadrie (atau dalam versi lain disebut sebagai Al Habib Husin), meninggalkan Kerajaan Mempawah dan mulai merantau. Di wilayah Banjarmasin, ia menikah dengan adik sultan Banjar Sunan Nata Alam dan dilantik sebagai Pangeran.
Ia berhasil dalam perniagaan dan mengumpulkan cukup modal untuk
mempersenjatai kapal pencalang dan perahu lancangnya, kemudian ia mulai
melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
Dengan bantuan Sultan Pasir,
Syarif Abdurrahman kemudian berhasil membajak kapal Belanda di dekat
Bangka, juga kapal Inggris dan Perancis di Pelabuhan Pasir. Abdurrahman
menjadi seorang kaya dan kemudian mencoba mendirikan pemukiman di sebuah
pulau di Sungai Kapuas. Ia menemukan percabangan Sungai Landak dan
kemudian mengembangkan daerah itu menjadi pusat perdagangan yang makmur.
Wilayah inilah yang kini bernama Pontianak.
Kolonialisme Belanda dan Jepang
Pada tahun 1778, kolonialis Belanda dari Batavia memasuki Pontianak dengan dipimpin oleh Willem Ardinpola. Belanda saat itu menempati daerah di seberang istana kesultanan yang kini dikenal dengan daerah Tanah Seribu atau Verkendepaal.
Pada tanggal 5 Juli 1779, Belanda membuat perjanjian dengan Sultan
mengenai penduduk Tanah Seribu agar dapat dijadikan daerah kegiatan
bangsa Belanda yang kemudian menjadi kedudukan pemerintahan Resident het Hoofd Westeraffieling van Borneo (Kepala Daerah Keresidenan Borneo Barat) dan Asistent Resident het Hoofd der Affleeling van Pontianak (Asisten Residen Kepala Daerah Kabupaten Pontianak). Area ini selanjutnya menjadi Controleur het Hoofd Onderafdeeling van Pontianak atau Hoofd Plaatselijk Bestuur van Pontianak.
Assistent Resident het Hoofd der Afdeeling van Pontianak (semacam Bupati Pontianak) mendirikan Plaatselijk Fonds. Badan ini mengelola eigendom atau kekayaan Pemerintah dan mengurus dana pajak. Plaatselijk Fonds kemudian berganti nama menjadi Shintjo pada masa kependudukan Jepang di Pontianak.
Masa Stadsgemeente
Berdasarkan besluit Pemerintah Kerajaan Pontianak tanggal 14 Agustus 1946 No. 24/1/1940 PK yang disahkan menetapkan status Pontianak sebagai stadsgemeente. R. Soepardan ditunjuk menjadi syahkota atau pemimpin kota saat itu. Jabatan Soepardan berakhir pada awal tahun 1948 dan kemudian digantikan oleh Ads. Hidayat.
Kemudian, pusat PPD ini dipindahkan ke Pontianak yang awalnya berasal dari Sanggau pada 1 November 1945 dan menjadi suatu wadah kebangkitan Dayak pada 3 November 1945, sekitar 74 hari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Masa pemerintahan kota
Pembentukan stadsgerneente bersifat sementara, maka Besluit
Pemerintah Kerajaan Pontianak diubah dan digantikan dengan
Undang-undang Pemerintah Kerajaan Pontianak tanggal 16 September 1949
No. 40/1949/KP. Dalam undang-undang ini disebut Peraturan Pemerintah
Pontianak dan membentuk Pemerintah kota Pontianak, sedangkan perwakilan
rakyat disebut Dewan Perwakilan Penduduk Kota Pontianak. Walikota
pertama ditetapkan oleh Pemerintah Kerajaan Pontianak adalah Rohana Muthalib. Ia adalah seorang wanita pertama yang menjadi walikota Pontianak.
Masa kota praja
Sesuai dengan perkembangan tata pemerintahan, maka dengan Undang-undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953, bentuk Pemerintahan Landschap Gemeente, ditingkatkan menjadi kota praja Pontianak. Pada masa ini urusan pemerintahan terdiri dari Urusan Pemerintahan Umum dan Urusan Pemerintahan Daerah.
Masa kotamadya dan kota
Pemerintah Kota Praja Pontianak diubah dengan berdasarkan
Undang-undang No. 1 Tahun 1957, Penetapan Presiden No.6 Tahun 1959 dan
Penetapan Presiden No.5 Tahun 1960, Instruksi Menteri Dalam Negeri No.9
Tahun 1964 dan Undang-undang No. 18 Tahun 1965, maka berdasarkan Surat
Keputusan DPRD-GR Kota Praja Pontianak No. 021/KPTS/DPRD-GR/65 tanggal
31 Desember 1965, nama Kota Praja Pontianak diganti menjadi Kotamadya
Pontianak, kemudian dengan Undang-undang No.5 Tahun 1974, nama Kotamadya
Pontianak berubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Pontianak.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah di
Daerah mengubah sebutan untuk Pemerintah Tingkat II Pontianak menjadi
sebutan Pemerintah Kota Pontianak, sebutan Kotamadya Potianak diubah
kemudian menjadi Kota Pontianak.
Pemerintahan
Kota Pontianak dipimpin oleh seorang wali kota.
Saat ini Walikota Pontianak dijabat oleh H. Sutarmidji, S.H., M.Hum.
dengan Ir. H. Edi Rusdi Kamtono, M.M., M.T. sebagai wakilnya. Keduanya
dilantik pada 23 Desember 2014 setelah, dengan dukungan lima partai
politik (PDI-P, PKS, PPP, PAN, dan PKPB), memenangkan 52,7% suara pada Pemilukada 2013 lalu, mengalahkan lima pasangan kandidat lainnya.
Perwakilan
Gedung DPRD Kota Pontianak |
DPRD Kota Pontianak terdiri atas 45 anggota. Berdasarkan Pemilihan Umum 2014, DPRD
Kota Pontianak terdiri dari 45 anggota yang enam di antaranya merupakan
perempuan. Ke-45 anggota itu berasal dari sebelas partai politik yang
tergabung ke dalam sembilan fraksi. Saat ini, DPRD Kota Pontianak
diketuai oleh Satarudin yang berasal dari PDI Perjuangan.
DPRD Kota Pontianak 2014-2019 | ||
---|---|---|
Fraksi | Partai | Kursi |
Fraksi PDI-P | PDI Perjuangan | 6 |
Fraksi NasDem | Partai NasDem | 6 |
Fraksi Golkar | Partai Golkar | 5 |
Fraksi PAN | PAN | 5 |
Fraksi PKB | PKB | 5 |
Fraksi Gerindra | Partai Gerindra | 4 |
Fraksi PPP | PPP | 4 |
Fraksi Kebangkitan Hati Nurani | Partai Hanura | 3 |
PBB | 2 | |
Fraksi Demokrat Perubahan | Partai Demokrat | 3 |
PKPI | 2 | |
Jumlah | 45 |
Kondisi geografis
Kota Pontianak terletak pada Lintasan Garis Khatulistiwa dengan ketinggian berkisar antara 0,1 sampai 1,5 meter diatas permukaan laut. Kota dipisahkan oleh Sungai Kapuas Besar, Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai Landak. Dengan demikian Kota Pontianak terbagi atas tiga belahan.
Struktur tanah kota merupakan lapisan tanah gambut
bekas endapan lumpur Sungai Kapuas. Lapisan tanah liat baru dicapai
pada kedalaman 2,4 meter dari permukaan laut. Kota Pontianak termasuk
beriklim tropis dengan suhu tinggi (28-32 °C dan siang hari 30 °C).
Rata–rata kelembaban nisbi dalam daerah Kota Pontianak maksimum 99,58% dan minimum 53% dengan rata–rata penyinaran matahari minimum 53% dan maksimum 73%.
Besarnya curah hujan di Kota Pontianak berkisar antara 3.000–4.000 mm per tahun. Curah hujan terbesar (bulan basah) jatuh pada bulan Mei dan Oktober, sedangkan curah hujan terkecil (bulan kering) jatuh pada bulan Juli. Jumlah hari hujan rata-rata per bulan berkisar 15 hari.
Pembagian administratif
Pembagian administratif Kota Pontianak |
Secara administratif, wilayah Kota Pontianak dibagi menjadi 6 kecamatan dan 29 kelurahan.
Kependudukan
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, penduduk Kota Pontianak
berjumlah 554.764 jiwa, terdiri dari 277.971 (50,1%) laki-laki dan
276.793 (49,9%) perempuan.
Suku bangsa
Penduduk kota Pontianak didominasi etnis Melayu dan Tionghoa. Selain itu terdapat pula etnis Jawa, Madura, Bugis, Dayak, Arab, Sunda, Banjar, Batak, Minangkabau dan lain-lain. Suku bangsa penduduk Kota Pontianak terdiri dari Cina (31,2%), Melayu (26,1%), Bugis (13,1%), Jawa (11,7%), Madura (6,4%), Dayak, dan lainnya.
Agama
Sebagian besar penduduk memeluk agama Islam (75,4%), sisanya memeluk agama Buddha (12%), Katolik (6,1%), Protestan (5%), Konghucu (1,3%), Hindu (0,1%), dan lainnya (0,1%).
Bahasa
Hampir seluruh penduduk Kota Pontianak memahami dan menggunakan Bahasa Indonesia dalam berkomunikasi. Namun bahasa ibu masing-masing juga umum digunakan, antara lain Bahasa Melayu Pontianak, Bahasa Tiociu, Bahasa Khek, dan bahasa daerah lainnya.
Ekonomi
Tanaman lidah buaya yang kini gencar diproduksi di Kota Pontianak |
Matahari Mal, mal pertama di Kota Pontianak |
Sebagian besar perekonomian kota Pontianak bertumpu pada industri, pertanian, dan perdagangan.
Perindustrian
Jumlah perusahaan industri besar dan sedang di Kota Pontianak yang
telah terdata selama tahun 2005 adalah 34 perusahaan. Tenaga kerja yang
diserap oleh perusahaan industri tersebut berjumlah 3.300 orang yang
terdiri dari pekerja produksi 2.700 orang dan pekerja lainnya atau
administrasi 600 orang. Perusahaan industri besar atau sedang yang
terletak di Kecamatan Pontianak Utara menyerap tenaga kerja terbesar,
yaitu 2.952 orang.
Nilai keluaran yang dihasilkan dari perusahaan industri besar atau sedang adalah sebesar 1,51 triliun rupiah,
dimana perusahaan industri besar atau sedang yang berada di Kecamatan
Pontianak Utara yang didominasi oleh perusahaan industri karet,
sedangkan nilai keluaran yang terkecil berasal dari perusahaan yang
terdapat di Kecamatan Pontianak Kota, senilai 2,85 miliar Rupiah.
Untuk Nilai Tambah Bruto (NTB) yang diperoleh dari seluruh perusahaan
industri besar /sedang di Kota Pontianak selama tahun 2005 adalah
sebesar 217,57 miliar Rupiah dan pajak tak langsung yang diperoleh
adalah sebesar 462,78 juta Rupiah, sedangkan NTB atas Biaya Faktor yang
diperoleh adalah sebesar 217,10 miliar Rupiah.
Jumlah unit usaha industri, tenaga kerja, besarnya nilai investasi
dan nilai penjualan dari sentra industri kecil jenis Industri Hasil
Pertanian dan Kehutanan (IHPK) terlihat bahwa sentra industri kecil
jenis IHPK terbanyak adalah usaha industri makanan ringan
yang terpusat di Kelurahan Sungai Bangkong dengan tenaga kerja yang
diserap sebanyak 329 orang, nilai investasinya mencapai 249,50 juta
rupiah dan nilai penjualannya sebesar 780,50 juta rupiah. Sedangkan
industri anyaman keladi air
pada tahun 2005 ini hanya memiliki 16 unit usaha dengan nilai investasi
17,5 juta Rupiah dan nilai penjualan 110 juta Rupiah yang terletak di
Tanjung Hulu, Pontianak Timur.
Pertanian
Pada tahun 2006, jenis tanaman pangan yang hasilnya paling besar adalah ubi kayu, padi, ubi rambat. Penduduk juga bertani sayuran dan lidah buaya. Tanaman buah-buahan yang banyak ada di Kota Pontianak adalah nangka, pisang, serta nanas.
Perternakan di kota Pontianak terdiri dari sapi (potong dan perah), kambing, babi, dan ayam (ras dan buras).
Perdagangan
Perdagangan merupakan salah satu usaha yang berkembang pesat di Kota Pontianak. Perdagangan modern mulai berkembang pada tahun 2001 dengan berdirinya Mal Matahari Pontianak di Pontianak Kota. Pusat perbelanjaan modern mulai dibangun di berbagai sudut kota, seperti Mal Pontianak dan Ayani Mega Mall Pontianak (Pontianak Selatan). Berbagai perusahaan retail nasional mulai mendirikan usahanya di Pontianak.
Pariwisata
Waterfront Kota Pontianak |
Aksi Naga dan Barongsai saat Imlek di Kota Pontianak |
Pariwisata Kota Pontianak didukung oleh keanekaragaman budaya penduduk Pontianak, yaitu Dayak, Melayu, dan Tionghoa. Suku Dayak memiliki pesta syukur atas kelimpahan panen yang disebut Gawai dan masyarakat Tionghoa memiliki kegiatan pesta tahun baru Imlek, Cap Go Meh, dan perayaan sembahyang kubur (Cheng Beng atau Kuo Ciet) yang memiliki nilai atraktif turis.
Kota Pontianak juga dilintasi oleh garis khatulistiwa yang ditandai
dengan Tugu Khatulistiwa di Pontianak Utara. Selain itu kota Pontianak
juga memiliki visi menjadikan Pontianak sebagai kota dengan pariwisata
sungai.
Kuliner
Pontianak juga dikenal sebagai tempat wisata kuliner. Keanekaragaman
makanan menjadikan Pontianak sebagai surga kuliner. Makanan yang
terkenal antara lain:
- Air Tahu dan Kembang Tahu
- Bakcang
- Bakpao
- Bubur Pedas
- Chai Kwe
- Hekeng
- Hu Ju
- Ie atau Jan atau onde-onde
- Ikan asam pedas
- Kaloci atau kue mochi
- Keladi
- Kengci Kwetiau
- Ki Cang
- Kuan Chiang
- Kue Bulan atau Gwek Pia
- Kwe Cap
- Kwe Kia Theng
- Kwetiau
- Lemang
- Lempok Durian
- Minuman Lidah Buaya
- Nasi Ayam
- Nasi Capcai
- Pacri Nanas
- Pekasam
- Peng Kang
- Pindang
- Pwe Ki Mue atau bubur pesawat
- Sambal Goreng Tempoyak
- Tau Swan
- Sio Bi
- Sotong Pangkong
- Tun Koi
- Yam Mi
Penginapan
Kota Pontianak memiliki sejumlah penginapan dari hotel berbintang hingga motel.
Hotel-hotel berbintang yang ada di pusat kota Pontianak adalah:
- Hotel Aston (*4), Jl. Gajah Mada
- Hotel Mercure (*4), Jl. A. Yani
- Hotel Grand Mahkota (*4), Jl. Sidas
- Hotel Kapuas Palace (*3), Jl. Imam Bonjol
- Hotel Santika (*3), Jl. Diponegoro
- Hotel Orchardz Gajah Mada (*3), Jl. Gajah Mada
- Hotel Orchardz A. Yani (*3), Jl. Perdana
- Hotel Kini (*3), Jl. Nusa Indah I
- Hotel Peony (*3), Jl. Gajah Mada
- Hotel Star (*3), Jl. Gajah Mada
- Hotel Gajah Mada (*3), Jl. Gajah Mada
- Hotel Garuda (*3), Jl. Tanjung Pura & Jalan Pahlawan
- Hotel Kapuas Dharma (*2), Jl. Imam Bonjol
- Hotel Merpati (*2), Jl. Imam Bonjol
- Hotel Grand Kartika (*2), Jl. Rahadi Oesman
- Hotel Borneo, Jl. Merdeka
- Hotel Orient, Jl. Tanjungpura
- Hotel Queen, Jl. Hijas
- Hotel 2000, Jl. Gajah Mada
- Hotel 95, Jl. Imam Bonjol
Transportasi
Udara
Kota Pontianak melalui Bandar Udara Internasional Supadio terhubung dengan beberapa kota di Indonesia, seperti Jakarta, Batam, Surabaya, Semarang, dan Yogyakarta. Selain itu bandara ini juga mempunyai penerbangan internasional langsung ke Kuching, Kota Kinabalu, Singapura dan Brunei Darusalam. Dari Pontianak juga dapat dilayani penerbangan perintis ke kota kabupaten di Kalimantan Barat seperti Ketapang dan Putussibau. Bandar Udara Supadio terletak di luar Kota Pontianak tepatnya di Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.
Laut dan Sungai
Pelabuhan Pontianak dapat melayani kapal-kapal barang maupun penumpang. Dahulu melalui dermaga ini sering melayani kapal penumpang menuju Jakarta, Ketapang, Landak, Sanggau, dan Putussibau.
Darat
Sistem transportasi darat Kota Pontianak dilayani oleh minibus
angkutan kota yang biasa disebut oplet, taksi, dan beberapa rute
dilayani oleh bus kota. Sebagian besar rute dalam kota dilayani oleh
oplet yang menghubungkan beberapa terminal. Untuk keberangkatan jalan
darat ke luar kota dilayani di Terminal Batulayang.
Melalui jalan darat pula dilayani bus antar negara, yakni ke Kuching dan ke Brunei. Bus ini disediakan oleh berbagai penyedia layanan, termasuk DAMRI. Transportasi darat ke Malaysia menjadi mungkin melalui Jalan Lintas Kalimantan. Layanan imigrasi Indonesia-Malaysia dilaksanakan di Entikong, Kabupaten Sanggau.
sumber | Wikipedia. 2012. Kota Pontianak. (Online) https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Pontianak. Diakses : 20 Juni 2015. |